Ilmu adalah kebutuhan setiap manusia, dengan ilmu manusia
bisa dihargai karena pemikiranya yang dilandasi dengan hati nurani yang baik
untuk menyelesaikan masalah tertentu baik di dalam keluarga, masyarakat, tempat
kerja dan lain sebagainya, kecuali ilmu hitam dan hanya orang bodoh saja lah
yang memilih mencari ilmu janis ini ilmu yang fungsinya mendapatkan sesuatu
secara instan meskipun banyak contoh diantara manusia-manusia yang memilih ilmu
ini sengsara dunia akhirat misalnya mendapatkan kekayaan, jabatan, dan wanita
secara instan yang akhirnya anak isteri harus menanggung malu karena suaminya,
atau bapaknya didalam jeruji besi tertangkap basah melakukan tindak pidana
korupsi, suap, nepotisme, penggandaaan uang dan lain sebagainya. Yang saya tahu
ilmu hitam ada dua macam mencarinya pertama pada guru spiritual dimana guru
spiritual ini hanya sebagai makelar antara murid dan setan yang menyesatkan,
dan yang kedua adalah manusia seperti kita sama-sama makan nasi, sama-sama
belajar namun ilmunya dipergunakan untuk membodohi orang lain atau ilmunya
dipergunakan untuk kejelekan seperti korupsi, menipu, dan menjelekkan orang
lain dengan tujuan mendapatkan sesuatu secara instan seperti ketenaran, uang yang
banyak, atau jabatan.
Mencari ilmu di jaman sekarang ini seakan menjadi gaya
hidup orang tertentu, menganggap bahwa ilmu bisa dibeli dengan uang, orang
seperti ini lupa atau kadang tidak tau apa sejatinya ilmu itu.
Terlepas dari semua itu untuk mendapatkan ilmu yang
piningit ada etikanya ada caranya dan ada strateginya supaya kita bisa
mendapatkan ilmu yang piningit dimanapun kita belajar didalam kitab Ta'alim
Muta'alim Karya Syekh Az-Zarnuji jelas dikatakan bahkan sebelum kita mencari ilmu, sedang
mencari ilmu, atau sesudah mencari ilmu itu ada tata caranya, untuk lebih
detilenya sobat bisa baca Disini.
Saya akan menjelaskan sedikit saja. Yang pertama adalah tempat
dimana sebelum kita mengenyam pendidikan, kita harus mengetahui sedetile
detilnya baik suasana, kurikulum pembelajaran, fasilitas, gurunya kita harus
sudah tau terlebih dahulu sebelum nanti menyesal karena tempat dimana kita
belajar tidak sesuai dengan karakter kita dan ujung-ujungnya menjelek-jelekkan
hingga pindah tempat lain hal itu akan sangat merugikan tidak mendapatkan ilmu yang barokah bahkan kita rugi baik dari segi waktu administrasi dan lain sebagainya
karena waktu adalah ilmu. Namun pada kenyataanya mahasiswa sekarang mengabaikan
semua itu
Selanjutnya adalah ketika kita mulai mempelajari ilmu
dimanapun tempatnya yang terpenting adalah menghormati alat mendapatkan ilmu
itu seperti buku, komputer, dan ilmu itu
sendiri serta menghormati yang menyampaikan ilmu, misalnya tata cara membawa
buku kalau dalam kitab diatas di jelaskan bahwa tidak boleh membawa buku atau
kitab di cangking kita harus untuk membawanya menempel didada kita atau di
dalam tas memang sederhana namun tidak ada yang percaya kalau dengan hal yang
kecil ini kita akan mendapatkan ilmu yang piningit.
Dengan guru kita sering mengabaikan hal ini, bahkan kita
menganggap guru atau dosen itu seperti teman kita dengan berbicara tidak sopan,
selenge’an dan lain sebagainya yang membuat jengkel Guru atau Dosen kita
(sepeti saya he he tapi sekarang sudah tobat) (Ali ra berkata: "Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang
telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan
ataupun tetap menjadi hambanya.") kalau dalam hal ini
kita kalah dengan orang Jepang, saya pernah ikut seminar waktu itu
narasumbernya Pak. Siswono Yudo Husodo beliau bercerita ketika ada kunjungan kerja ke
Jepang pada saat dia sedang berdiskusi
di lobi sebuah gedung disana
dengan rekan kerjanya orang Jepang, tiba-tiba rekan-rekannya itu berdiri dan
menundukkan punggungnya kepada orang berbaju putih sederhana yang kebetulan
lewat katanya sih semakin menunduk punggungnya orang itu semakin menghormatinya
kalau biasanya kan hanya menunduk biasa namun kini berbeda menudukanya sehingga
pak Siswono Yudo Husodo ini heran dan beliau bertanya pada rekannya itu
“Siapa orang itu” salah satu rekanya menjawab dia adalah Guru anak saya. Betapa
seorang guru disana sangat dihormati tak heran kalau orang jepang selain
terkenal dengan kedisiplinanya mereka juga terkenal dengan kecerdasan dan
keberhasilan menciptakan sesuatu.
Kembali pada tata cara mencari ilmu, selain tata cara
mencari tempat belajar, membawa buku, membawa komputer, dan menghormati Guru
atau penyampai ilmu untuk mendapatkan ilmu yang piningit adalah tata cara makan
kata guru ngaji saya sih ilmu itu masuknya seperti pengantin baru (jangan
ngeres dulu ni) iya kalau perut kita penuh maka ilmu tidak akan masuk sampai ke
hati kita (apa hubunganya ilmu dengan hati ya) namun ada benarnya juga
fungsinya ilmu kan untuk memutuskan sesuatu naah untuk memutuskan sesuatu tanpa
didasari dari hati dan mendasarinya dengan hawa nafsu maka kita akan
mendapatkan keputusan yang keliru meskipun sepertinya benar, kembali pada perut
yang penuh tadi, ilmu hanya akan masuk ke telinga kanan dan akan keluar dari
telinga kiri jadi ketika perut kita terisi maka ilmu enggan masuk memang ini kedengaranya konyol dan tidak bisa
dilogika, namun secara tidak langsung hal ini mengajarkan kepada kita untuk
prihatin dan tidak boros dalam mencari ilmu (saya tidak mau disalahkan lho
kalau pada sakit magh xixixi).
Masih soal makan dan masih kata Guru ngaji saya, pada
saat mencari ilmu jangan makan di warung, (eiiiits jangan berfikir negatif
dulu, dan yang punya warung jangan ditekuk dulu itu muka ) belinya tetep
diwarung tapi makanya lebih baik di kos atau di rumah alasanya simpel selain
biasanya ada pengamen yang bawa icik-icik bukan wanita bukan pria (ane paling
takut ama yang begituan gan), warung penuh karena pada nongkrong disitu,
menambah pekerjaan pedagang karena banyak piring kotor, dll namun ada yang
paling penting kenapa upayakan tidak makan diwarung karena kalau ada orang
fakir miskin melihat kita sedang lahap makan misalkan anak kecil yang sudah
jadi pengemis biasanya sambil menggendong adiknya ditambah dua hari belum makan
bayangkan saja bagaimana kepenginnya dia, melihat kita hanya bisa menelan ludah
dan itu yang membuat ilmu enggan masuk pada hati dan pikiran kita.
Pada dasarnya mencari ilmu itu bukan untuk sok-sokan
pelit kalau lebih dulu mendapatkan ilmu tidak mau share pada teman-teman dan bergaya
seolah kita yang paling hebat, namun mencari ilmu itu juga ada etikanya baik
sama teman, Guru, Dosen, dan lain sebagainya karena dengan teman kita bisa
mendapatkan informasi, karena dengan Dosen kita bisa mendapatkan ilmu yang
sebelumnya kita tidak tau dan karena dengan prihatin kita bisa merasakan
pahitnya mencari ilmu dan akan mendapatkan manisnya dalam mencari ilmu dan
karena perjuangan kita akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Semua itu
tergatung kita kita yang menjalani ibarat sebuah filem didunia ini tokoh
utamanya kita, kita mau buat karakter baik, jelek, antagonis, atau apapun itu
terserah kita, kita akna buat happy ending atau seperti filem india jagoanya
datang terlambat itu juga terserah kita, anda mau percaya atau tidak anda mau
komen yang jelek tentang tulisan ini itu juga terserah anda pada intinya saya
hanya mengingatkan kembali pada pelajaran yang telah lama hilang agar kita
mempelajarinya kembali sehingga kita bisa mendapatkan ilmu yang piningit, ilmu
yang bisa menyelesaikan masalah utuk orang banyak bukan malah ilmu yang bikin
masalah bagi orang banyak ilmu yang akan mengantar kita pada kedamaian di Dinia
bahkan Di akhirat karena sesungguhnya kita belajar ilmu baik Agama, atau ilmu
dunia semata-mata untuk hidup kita didunia ilmu Agama adalah ilmu tata cara
beribadah yang pahalanya untuk bekal di akhirat dan ilmu Dunia adalah ilmu tata
cara mencari harta di dunia yang sebenarnya tujuanya juga untuk beribadah, ilmu
tanpa agama adalah buta dan Agama tanpa ilmu adalah lumpuh.
Sekian dari saya apabila ada yang baik itu semata saya
hanya menyampaikan (kata Rosul “sampaikanlah walau hanya satu ayat” ) dan kalau
ada yang jelek itu memang kekurangan saya ketidak tahuan saya dan kebodohan
saya saya minta maaf dan tidak ada unsur merendahkan orang atau menjelkkan
orang serta tidak ada motif dibalik batu.
Click here for komentar